Bagaimana Mengatasi Anak Yang Sulit Makan

Bagaimana Mengatasi Anak Yang Sulit Makan Bagaimana Mengatasi Anak Yang Sulit MakanSenangnya hati setiap orang tua kala melihat bayinya yang masih berusia 5-7 bulan menyantap bubur susu maupun bubur saringnya dengan lahap. Begitu juga saat si kecil sudah mulai diperkenalkan dengan nasi tim yang diblender. "Pintar anak Bunda. Makannya hebat, jagoan deh," begitu puji si ibu setiap kali bayinya yang berusia 9-10 bulan menyantap bersih isi mangkuk berupa tim lengkap dengan lauk ayam, kacang hijau, wortel dan bayam atau kangkung.

Namun begitu menginjak usia 11-12 bulan dan seterusnya hingga usia 3 tahunan, kebahagiaan semacam itu ada yang tinggal kenangan. Si kecil yang tadinya lahap makan kini mendadak susah makan. "Wah, jangan tanya deh /gimana/ susahnya /nyuapin/ anak seumur ini. Bisa masuk lima suap saja, sudah hebat!" Nada bicara semacam ini bukan dicari-cari lo, melainkan "ungkapan tulus" mayoritas orang tua. Sesabar apa pun orang tua atau pengasuh menyuapinya, acara makan seakan menjadi ajang "pertengkaran". Ada saja ulahnya. Dari yang selalu menolak makan dengan menutup rapat mulutnya, sampai menyembur-nyemburkan atau melepeh kembali makanan yang sudah berhasil masuk ke mulutnya.

Hal ini tentu saja membuat orang tua waswas. Terlebih sebagai akibatnya berat badan si kecil susah sekali naik. Padahal di usia ini anak justru perlu mendapat asupan gizi lebih banyak dibanding saat bayi. Pasalnya, daya jelajah anak semakin luas mengingat dia sudah bisa berjalan. Otaknya pun "lapar" untuk mendapatkan berbagai masukan mengenai hal-hal baru melalui berbagai stimulasi.

Akan tetapi, papar dr. Nuraini Irma Susanti Sp.A., keadaan seperti ini seakan diputarbalikkan oleh aneka mitos yang banyak diyakini masyarakat. Seperti, "Kalau anak mau jalan, biasanya memang susah makan. Wajar /aja/ kalau badannya jadi kurus." Atau, "Enggak usah cemas, itu tandanya anak mau pintar."

ALASAN MENOLAK MAKANAN
Biasanya, kata dokter yang berpraktek di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan ini, anak mulai mendapat makanan tambahan dan susu pendamping ASI di usia 6-7 bulan. Semakin bertambah usianya, seperti saat memasuki usia 9 bulan, maka porsi makannya harus lebih besar dibanding ASI. Biasanya, anak mendapat tiga jenis makanan dalam satu hari, yakni makanan padat, susu tambahan pendamping ASI, maupun ASI itu sendiri. Dalam menjalani kebiasaan baru ini, bisa saja anak mengalami hal-hal yang membuatnya enggan menyantap makanan. Inilah alasannya:

Baca juga: Bagaimana Menjadi Orang Tua Yang Merupakan Guru Terbaik Bagi Anak-anak

PENYEBAB SI KECIL MULAI SULIT MAKAN

1. Tak pernah benar-benar lapar
Tak heran jika makanan yang terdiri atas tiga kali makanan utama dan dua kali makanan selingan membuatnya kenyang. Jadi ketika waktu makan yang berikutnya tiba, ia belum benar-benar lapar. Ditambah lagi rutinitas makan dan minum susu yang bisa membuat anak bosan. Hal seperti ini akan terbawa terus hingga masa batita awal. Namun orang tua sering lupa dan menganggap perilaku menolak atau melepehkan makanan sebagai masalah besar.

2. Mulai punya selera terhadap rasa
Yang juga kerap terlupakan, di usia batita ini rasa ingin tahu anak sudah semakin besar. Ia sudah punya selera tersendiri terhadap makanan. Itulah kenapa makanan anak usia ini tidak boleh disamakan dengan makanan bayi yang tawar. Tidak ada salahnya memberikan rasa-rasa tertentu yang dia sukai ke dalam makanannya, seperti garam dan gula. Apa citarasa yang disukai anak, tugas orang tualah untuk menemukannya.

3. Bosan tekstur yang halus dan campur aduk
Rasa bosan bisa juga muncul dari tekstur. Bukan mustahil anak bosan atau sudah merasa mual dengan makanan lunak dan campur aduk seperti makanannya semasa bayi. Dengan demikian orang tua mesti cerdik dalam menyiasati olahan dan penyajian makanan. Variasikan sedemikian rupa agar anak tetap suka makan, misalnya dengan memisah-misahkan lauknya dan memblender berasnya saja lebih dulu sebelum diolah.

4. Munculnya sikap negativistik
Sikap negativistik yang menjadi ciri usia batita antara lain ditandai dengan sikap penolakan terhadap rutinitas yang selama ini wajib dijalani anak. Namun, lantaran khawatir kecukupan gizi anak tidak terpenuhi, orang tua biasanya makin keras memaksa anaknya makan. Padahal cara ini justru harus dihindari.

Asal tahu saja, semakin dipaksa anak usia ini justru akan makin /ngotot/ melakukan perlawanan sebagai wujud negativistiknya. Realisasinya apalagi kalau bukan penolakan terhadap makanan. Bisa dimaklumi kalau ada orang yang sampai dewasa emoh makan nasi atau sama sekali tak menyentuh daging. Bisa jadi sewaktu masih kecil yang bersangkutan sempat mengalami trauma akibat perlakuan orang tuanya yang selalu memberinya makan secara paksa.

5. Mulai cari perhatian
Cari perhatian biasanya ditunjukkan dengan mudahnya anak melahap makanannya saat disuapi pengasuh sementara selagi disuapi orang tuanya malah jual mahal.

6. Mulai eksplorasi ke mana-mana
Ketika sudah mahir berjalan, anak akan lebih mengutamakan kegiatan eksplorasi ketimbang acara makan. Lihat saja cara bermainnya yang disertai gerakan berjalan, memanjat, atau berlari seolah tidak pernah lelah. Tak heran jika acara makan dianggapnya sebagai kegiatan buang-buang waktu, apalagi kalau diminta duduk diam.

7. Sedang sakit
Tidak mau makan yang disebabkan alasan medis biasanya disertai ciri-ciri badan lemas, sering demam, bolak-balik diare, berat badannya tak bergerak naik atau malah mengalami penurunan, dan adanya perubahan tingkah laku. Kalau semula anak terlihat aktif, riang dan "cerewet", maka di kala sakit ia lebih suka diam dan terlihat malas-malasan.

Kalau anak menunjukkan gejala seperti itu, tentu harus segera diperiksakan ke dokter. Sebab dilihat dari indikasinya, besar kemungkinan problema sulit makan ini disebabkan radang tenggorok, lambung terganggu, atau malah kena vlek paru-paru, bahkan TBC.

8. Kebanyakan diberi camilan manis dan gurih
Bisa juga anak tampak lemas tapi tidak memperlihatkan gejala sakit. Yang seperti ini, menurut Nuraini, boleh jadi akibat tidak tercukupinya asupan kalori dari makanan padat. Anak yang sulit makan seperti ini biasanya punya kebiasaan makan yang salah. Semisal, belum apa-apa anak sudah dijejali susu, permen, cokelat, atau /snack/ yang mengandung MSG. "Sekalipun mengenyangkan, makanan seperti ini jelas-jelas tidak bisa memenuhi angka kecukupan gizi si kecil. Karena sudah merasa kenyang, jangan salahkan bila ia cenderung menolak makanan padat."

Baca juga: Kebiasaan-kebiasaan Buruk Orangtua Yang Merugikan Anak

KIAT KREATIF MENGATASINYA

Nuraini mengakui bahwa mengatasi batita yang susah makan memang bukan masalah gampang. "Makanya saya selalu mengingatkan orang tua pasien untuk senantiasa bersabar dan kreatif." Mencoba bersabar memang tidak mudah karena umumnya orang tua lebih gampang kesal dan putus asa menghadapi si kecil yang tidak lagi kooperatif. Beberapa tips berikut bisa dicoba untuk diterapkan di rumah:
  • Sebelum memberi makan, cicipi dulu makanan tersebut. Kalau menurut kita tidak enak, ya jangan paksa anak menikmatinya.
  • Kombinasikan rasa asin dan gurih dari lauk pauk secara pas dengan rasa asam dan manis dari buah-buahan. Ini semata-mata supaya makanan tersebut enak untuk dicecap, harum ketika dicium, dan menggugah selera.
  • Variasikan hidangan setiap kali makan, baik dari pilihan bahan makanannya maupun penyajiannya.
  • Begitu juga pilihan peralatan makan. Manfaatkan bentuk, gambar dan warna-warna menarik kesukaan anak. Sementara penyajiannya bisa diakali dengan tampilan yang lucu dan menarik seperti hiasan dari tomat, wortel, sayur atau irisan telur di atasnya.
  • Soal lauk pauknya, berikan seperti apa yang dimakan anggota keluarga lainnya. Jangan membatasi dengan hanya memberinya olahan hati ayam, wortel dan bayam. Kacang merah yang ditumbuk, sup kacang hijau atau kacang polong sah-sah saja dicampur dengan ikan, daging sapi atau ayam maupun telur. Yang harus diberikan secara terbatas dan hati-hati sebetulnya hanyalah jenis lauk pauk yang mengundang alergi seperti ikan laut, udang, dan telur.
  • Bangun pula suasana makan yang menyenangkan. Bila perlu libatkan anak. Kalau anak suka makan sambil diiringi musik, /why not? /Kalau anak bisa lahap sambil main mobil-mobilan, ya tidak apa-apa. "Asalkan lambut laun seiring dengan bertambahnya usia, anak harus digiring untuk tahu bahwa di sini dan begini, lo, cara makan yang baik itu."
  • Yang juga sering terjadi, gara-gara tidak mau makan, orang tua lantas "menggenjot" anaknya dengan asupan susu lebih banyak. Padahal pola seperti ini justru hanya akan membunuh nafsu makannya. Bagaimana pun, makanan padat penting bagi anak. Terutama sebagai latihan dan pembelajaran mengunyah sampai menelan makanan tanpa tersedak. "Tidak mungkin sampai dewasa ia hanya mengandalkan susu sebagai makanannya." Malahan, pemberian susu sebaiknya dikurangi secara bertahap.
  • Hindari atau setidaknya kurangi pemberian makanan "alternatif" yang mengenyangkan seperti cokelat, dan sejenisnya. Kalau asupan karbohidratnya memang dianggap kurang, misalnya karena si anak tak suka nasi, berikanlah makanan alternatif yang kandungan zat gizinya setara. Bisa roti, makaroni, jagung, dan lain-lain.
  • Berikan tambahan vitamin atau suplemen makanan yang dapat menutupi kekurangan zat gizi tertentu akibat ia sulit makan. Jangan lupa, konsultasikan dulu dengan dokter yang bisa menilai kebutuhan anak. Harus diingat bahwa vitamin/zat gizi yang terdapat dalam sumber nabati maupun hewani yang /fresh/ jauh lebih baik dari vitamin/zat gizi sejenis yang didapat dari suplemen.

PERKEMBANGAN OTAK DAN FISIK

Nuraini menyangkal pendapat yang mengatakan perkembangan anak usia ini secara fisik memang sedang surut, sementara perkembangan otaknya meningkat pesat. "Yang benar, perkembangan otak dan fisik berjalan seiring. Untuk mendapatkan stimulasi, anak perlu eksplorasi dan agar bisa bereksplorasi ia memerlukan makanan berenerji yang bisa diandalkan untuk menghasilkan tenaga. Jadi, tipis kemungkinan anak bisa semakin pintar kalau fisiknya loyo."

KENALKAN RAGAM RASA AGAR TAK SULIT MAKAN

Manfaatnya bukan hanya si kecil jadi kenal berbagai rasa, tapi juga terbiasa mencoba hal-hal baru. Praktek memang tak semudah teori. Banyak upaya variasi bentuk dan rasa makanan sudah dikenalkan, tapi anak tetap susah makan atau hanya mau makan yang itu-itu saja. Singkatnya, anak sulit diperkenalkan dengan rasa baru. Menurut Ratih Adjayani, Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan, Universitas Indonesia, orang tua yang biasa mencekoki anaknya saat mereka bayi biasanya akan mendapat masalah setelah anaknya memasuki usia batita. Penjelasannya, semakin besar anak, ia pun semakin bisa menunjukkan seleranya. Jadilah anak sangat pilih-pilih terhadap makanan; enggak mau yang kasarlah, enggak mau sayur, maunya makanan yang digoreng saja, dan sebagainya.

Namun, orang tua bukan satu-satunya sumber penyebab, kok. Anak yang suka pilih-pilih biasanya memang memiliki karakter yang sulit. "Pada anak-anak yang berpikiran sempit, bila diperhatikan, pilihan makanan mereka pun tidak beragam. Namun, bukan berarti anak yang mau makan segala macam tidak ada yang sulit, lo."

Baca juga: Gaya Mendidik Anak Yang Perlu Dihindari

Terlepas dari itu, Ratih mengingatkan sebesar apa pun penolakan anak, ragam rasa harus tetap diperkenalkan. Orang tua jangan sampai pasrah dan tidak berbuat apa-apa. "Boleh-boleh saja anak punya makanan favorit, tapi ia juga perlu disadarkan bahwa banyak makanan lain yang perlu dicoba. "Jika orang tua setiap hari hanya memberi menu soto karena anak hanya ingin makan itu, tanpa sadar orang tua membantu membangun sempitnya wawasan anak terhadap makanan."

Sebaliknya, keanekaragaman rasa yang diperkenalkan orang tua akan membantu anak untuk lebih terbuka dan memiliki wawasan yang lebih luas. "Semakin beragam makanan yang diperkenalkan kepada anak, secara psikologis sebetulnya orang tua juga mengajarkan anak untuk menjadi terbuka dan mau mencoba hal-hal baru."

LANGKAH MEMBUJUK SI KECIL

Sebagai awal perkenalan pada menu dengan cita rasa baru, ciptakan suatu peraturan agar anak mau "menjauh" dari menu favoritnya.
Contohnya, anak boleh saja menikmati mi instan kesukaannya tapi hanya satu kali dalam seminggu. Biarkan ia yang menentukan harinya. Awalnya mungkin anak rewel, tapi lama kelamaan sikap itu akan hilang seiring dengan sikap konsisten yang orang tua berikan.
  • Tawarkan makanan pengganti. "Bagaimana kalau Mama bikin makaroni?" "Enggak mau!" "Cicipi saja dulu sedikit." Apa pun reaksi yang diberikan anak, bujuklah dan jangan sekali-kali menyebutnya sebagai anak nakal. Tak mau makan atau pilih-pilih makanan bukanlah suatu kenakalan tapi kesukaan. Bukankah orang dewasa pun memiliki kesukaan dalam hal makanan?. "Anak batita memang tengah belajar mengembangkan diri menjadi anak yang lebih besar dengan melakukan pilihan. Enggak heran kalau mereka bisa sangat menjengkelkan dan menyebalkan sehingga membuat orang tua /gregetan/. Tapi itu, kan, enggak perlu ditunjukkan atau dikatakan kepada anak."
  • Biarkan ia mencicipi dulu. "Oke, Adek enggak senang spageti karena pedas. /Gimana/ kalau spagetinya enggak usah diberi saus?" Kalau ia sama sekali tak mau mencoba, ya, enggak apa-apa. Tidak usah dipaksa. Setidaknya ia sudah mencicipi rasanya. Saat itu dijadikannya sebagai media petualangan dan belajar.
  • Kalaupun takut makanan terbuang percuma, bisa disiasati dengan memberinya seporsi kecil. Jangan lupa porsi anak memang tidak sebanyak porsi orang dewasa. "Kalau takut anak tidak kenyang setiap mencoba makanan baru, orang tua bisa melengkapinya dengan susu atau camilan. Yang kalau dihitung-hitung kalori dan komposisi gizinya sebenarnya sudah cukup untuk hari itu."

MANFAATKAN RESTORAN

Dalam memperkenalkan ragam rasa dan makanan, Ratih tak lupa mengusulkan agar orang tua memanfaatkan fasilitas res- toran, tentu saja restoran yang nyaman dan menunya bisa dinik- mati anak, tidak serbapedas atau terlalu keras misalnya. "Dari usia satu tahun anak sudah dapat diajak ke restoran. Kalau mereka berlarian ke sana kemari tak apa-apa. Memang sifat anak masih begitu. Lama-lama anak akan belajar bagaimana harusnya bersikap, kok."

Saat di restoran inilah anak bisa ditawarkan menu baru. "Anak saya sendiri akhirnya mau makan bubur dengan kuah ikan setelah mencicipi di restoran. Lama-lama, kan, kita bisa membuat bubur ikan sendiri di rumah," ujar ibu dua putra ini. "Dengan bersantap di restoran, setidaknya anak juga dapat melihat orang tua dan orang di sekitarnya menikmati berbagai macam makanan."
Nah, dengan kenal berbagai rasa dan makanan, anak tak akan rewel ketika harus pergi ke suatu tempat yang makanannya tak sama dengan makanan di tanah airnya. Disaimping itu, tentu saja pemenuhan gizinya bisa terpenuhi dengan baik.

DEFINISI "JANGAN DIPAKSA"

Kalimat, "Anak jangan dipaksa," menurut Ratih, bisa memiliki makna ganda. Yang jelas memang bukan berarti pemaksaan yang menggunakan kekerasan. Tapi juga bukan berarti orang tua lalu tidak berupaya sama sekali.

Bagaimanapun, jika orang tua memiliki suatu target yang harus dicapai anak, ya sah-sah saja menggiringnya ke arah situ. Hanya saja, pengkondisiannya tidak dengan kekerasan dan ancaman, tapi dengan keceriaan. Ketika kita berkata, "Ayo, dong coba. Sedikit saja!" ini juga sebenarnya sudah pemaksaan tapi secara halus.

Yang perlu dipahami, pengkondisian ini membuat orang tua capek minta ampun. Namun, toh, hasil yang didapat pun besar. Ketika anak sudah mulai masuk sekolah dasar, ia akan terbiasa dengan berbagai macam rasa makanan dan tahu bahwa ada bermacam-macam masakan.

Baca juga: Kenali dan Pahami Gambaran Anak Usia Prasekolah

DIMULAI SEJAK BAYI

Idealnya, ungkap Ratih, anak sudah dikenalkan bermacam rasa sejak ia mulai mengenal makanan pendamping ASI. Tepatnya setelah usia 6 bulan. Menginjak usia 1 tahun pencernaan anak sudah makin siap menerima berbagai macam makanan. Agar lidahnya terbiasa mengecap berbagai rasa, variasikan menu makanan. Tak perlu harus yang mahal atau yang susah diolah. Yang praktis tapi murah dan bergizi pun banyak. Yang penting orang tua kreatif dan sering menggonta-ganti menu. Untul menu sarapan, misalnya, jangan terbatas pada bubur beras saja, tapi diganti bubur sereal, olahan roti, kentang, mi, dan sebagainya.

Nasi sebagai makanan pokok pun bisa disulap menjadi berbagai olahan, dari nasi goreng targehingga nasi keju. Begitu pun dengan jagung: bisa direbus, dibakar, atau dilelehi margarin. Berbagai jus buah bisa disajikan sendirisendiri atau dicampur. Misalnya, jus jeruk pada hari senin. Jus wortel di hari Selasa, dan jus wortel campur jeruk untuk hari Rabu. "Kebanyakan orang tua karena tahu manfaat wortel jadi menyuguhi anak dengan wortel terus menerus. Akhirnya ya, anak jadi bosan. Padahal bisa divariasikan."

Variasi makanan juga bisa berdasarkan tema. Seperti makanan bertema merah. Lauknya bisa berupa sup daging cincang dengan wortel dan tomat yang dipotong kecil-kecil. Lalu, buahnya semangka merah yang dibentuk seperti bintang. "Mungkin anak hanya senang melihatnya tapi enggak mau memakannya dan hanya mengaduk-aduk. Ya, enggak apa-apa namanya juga sedang belajar."

SELAMAT MENCOBA! [kompas.com]


Via : http://www.foldersoal.com

Belum ada Komentar untuk "Bagaimana Mengatasi Anak Yang Sulit Makan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel